Cerita Kelam di Malaysia
Merantau, adalah niatnya mencari sesuap nasi demi cita-cita. Tapi ternyata tak seindah yang di bayangkan. Kerja keras namun hasil kecil dan tak jauh beda dengan negeri sendiri, tapi yah peluang yang ada dan membutuhkan jasa lebih baik tampaknya di negeri seberang, Malaysia.
Ada ribuan bahkan jutaan penduduk Indonesia yang mengadukan nasibnya di Malaysia. Dengan berbagai cara mereka masuk dan bekerja demi ringgit. Walau kurs ringgit ke rupiah tidak lah begitu besar nilainya, namun masih lebih baik di rasa, maka Malaysia sebagai negara yang tak jauh letaknya dari Indonesia menjadi pilihan sebagian warga Indonesia.
Mereka bekerja ada yang menggunakan permit, masuk gelap, kosong atau passing. Istilah itu banyak terdengar disana, namun mereka masih bisa bekerja nyaman dan hidup, walau di liputi dan di kelilingi resiko yang besar.
Bukan hanya dari Indonesia yang mengadukan nasibnya di Malaysia. Ada dari beberapa negara di Asia seperti Nepal, India, Bangladesh, pakistan, Myanmar, dan juga Thailand. Beberapa negara itulah yang saya tau dan banyak terlihat serta terdengar.
Cerita kelam ini saya dapatkan di sekitaran Johor Bahru, dimana wilayah Malaysia itu berbatasan dengan dua negara Indonesia dan Singapore. Kemajuan kota Johor terlihat dari perbaikan di mana-mana, baik jalanan dan juga gedung serta tata kotanya.
Sebagai perantau, apalagi dari Indonesia, kebanyakan wanita-wanita yang sudah berstatus janda. Baik yang masih kembang atau pun karatan, tua atau pun muda. Cantik atau pun jelek bukan ukuran untuk bekerja disana. Tapi cerita kelam itu berawal dan sudah biasa terdengar, perselingkuhan dan prostitusi sangat marak di sana. Yang satu butuh dan yang lainnya mau, maka terjadi dan tak bisa dihindari.
Cerita lain dari mereka yang merantau dari India dan Nepal, mereka kebanyaan adalah pria atau lelaki yang sudah menikah. Demi tanggung jawab dengan keluarga maka mereka merantau bertahun-tahun jauh dari keluarga. Setia pada satu pernikahan adalah perinsip mereka, tapi kebutuhan biologis tak bisa di tepis, maka terjadilah ekosistem yang saling membutuhkan.
Dulu sempat dengar cerita, bahwa bekerja di Malaysia gaji besar dengan total ribuan ringgit. Seorang ibu bercerita tentang anaknya yang bekerja di Malaysia di perusahaan elektronik. Jutaan apa bila mengirim uang kepada ibunya. Ah serasa tak percaya dengan cerita itu, namun tak mau berburuk sangka, karena rezeky seseorang tak sama jalannya. Tapi ketika saya juga mencoba mengadukan nasib di Johor Bahru, maka cerita indah itu isapan jempol belaka.
Jeleknya citra wanita Indonesia di luaran sana sungguh cerita yang sangat memalukan. Harga diri di tukar uang sudah bukan cerita rahasia lagi, sebenarnya. Hanya saja pelakunya masih munafik untuk mengakui itu. Entah demi sebuah kebutuhan ekonomi atau juga kebutuhan biologis yang ingin tersalurkan mereka berbuat demikian, yang jelas bukan cerita indah dan manis.
Cerita kelam dari Malaysia ini adalah gambaran suram masa depan. Hancurnya seorang wanita adalah hancurnya negara. Pepatah itu tak bisa di bantahkan, apa lagi melihat kenyataan yang ada. Kerusakan moral terjadi di mana-mana, gaya hidup yang di buat seolah megah nan mewah, namun pada kenyataannya....
ConversionConversion EmoticonEmoticon